Gerimis pagi ini menyebakkan aroma petrichor yang begitu kuat. Petrichor,
aroma alami yang muncul ketika hujan menerpa tanah yang kering. Sebenarnya aku
baru tahu tentang istilah petrichor
setelah membaca tulisan seorang teman di blog pribadinya. Yang aku tahu hanya
sebatas aroma-aroma alami yang disebabkan oleh gerimis ataupun hujan. Aku
sangat menyukai aroma petrichor, aku
sangat menyukai hujan. Aku pernah membaca sebuah artikel bahwa hujan mampu
menimbulkan efek flashback. Sempet
tidak percaya. Tetapi memang seperti itu hujan selalu membawa kenangan-kenangan
masa lalu. Meski tak ada kenangan-kenangan khusus, aku juga mengalami dimana
hujan mampu membawaku pada kehidupan masalalu.
Kenangan masalalu yang dibangkitkan oleh wangi petrichor itu, kenangan masalalu yang
dibuka oleh rintik hujan itu, tak lain hanyalah kenangan masa kecil yang menyenangkan
menurut persepsiku. Masa dimana aku berlari keluar rumah dengan sangat gembira
menyambut kedatangan hujan. Masa dimana aku membungkus buku-buku dengan plastik
tatkala hujan turun dengan tiba-tiba saat aku pulang sekolah. Masa dimana aku
mencopot sepatu dan menentengnya. Memeluk buku-buku dan juga sepatu yang sudah
terbungkus oleh plastik sementara membiarkan tubuh basah karena hujan. Semua
itu adalah hal yang menyenangkan.
Gerimis pagi ini, wangi petrichor pagi ini, menemani langkah kakiku menuju sekolah. Jarak antara
rumah dan sekolah bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih lima
belas menit. Letak sekolah diapit beberapa desa, tepat di sebelah utara terbentang
sawah-sawah penduduk yang luas yang menghubungkan desa Pagerbarang dan desa
Tasaba, persis disebelah selatan terdapat sebuah sungai dengan pintu air yang
besar yang dibuat di zaman penjajahan Belanda yang memisahkan dua desa yaitu
desa Pagerbarang Dukuh utara dan desa
Pagerbarang Dukuh selatan. Disebelah timur
terdapat sawah-sawah dan juga hutan jati yang menghubungkan sebuah desa pusat
pemerintahan (kecamatan). Letak sekolah yang berlokasi di area persawahan menimbulkan
efek keindahan yang alami.
Rumahku di sebuah desa yang terletak di sebelah
barat sekolah membuatku menemui perjalanan yang indah ketika berjalan menuju
sekolah. Bagaimana tidak indah, kaki ini melangkah melewati sebuah lapangan
dengan rumput dan bunga-bunga liar yang indah. Lapangan tersebut sering
digunakan sebagai tempat perlombaan antar RT atau sekedar untuk bermain-main
anak-anak kecil. Selain itu sepanjang perjalanan menuju sekolah, mata ini
dimanjakan dengan pemandangan area persawahan yang luas. Penampakan gunung slamet
pun bisa dilihat dari area persawahan itu.
Ditambah dengan aroma petrichor pagi ini. Menakjubkan. Aku menengadah ke langit. Aku membiarkan
rintikan hujan menyentuh wajahku dengan lembut. Aku menyukainya. Ada kombinasi
perasaan yang aneh ketika menikmati hujan seperti ini. Merasa tenang, merasa
bahagia juga merasa sesak. Secara tiba-tiba terbayang dipikiranku sesosok
laki-laki dengan sorot mata meneduhkan. Sesosok laki-laki yang sudah satu tahun
ini aku kagumi. Entah karena apa aku mengaguminnya, sampai saat ini aku tak
punya alasan.
“Ghea.” Sebuah suara lembut membuatku
terbangun dari lamunan. Aku terkejut mengetahui siapa pemilik suara itu. Dia laki-laki
bermata teduh yang sedang menari-nari dipikranku.
“Wisnu.” Aku tersenyum berusaha mengatasi
rasa kagetku. Hatiku berdebar tak beraturan.
“Kamu berangkat sendiri? Bareng aja yuk.
Sepeda ini kuat kok.” wisnu, laki-laki
bermata teduh itu dengan nada bahasa yang tenang menawarkan untuk berangkat
sekolah bersama. Rumahnya lebih jauh dari rumahku, mungkin empat atau lima kali
lipat lebih jauh. Aku membonceng di sepedanya. Aku tidak bisa menolak meski
sepanjang perjalanan ada kekhawatiran dia merasa berat memboncengku terlebih
terdapat jalan yang menanjak yang harus dilewati.
Aku menikmati masa-masa ini. Aroma petrichor dan rintik hujan terasa lebih
indah dengan adanya laki-laki bermata teduh yang saat ini tengah mengayuh
sepedanya. Obrolan antara aku dan laki-laki bermata teduh itu tak lebih seputar
fisika, kimia, matematika atau mata pelajaran lainnya. Memang seperti itu.
*(Setting waktu sekitar tahun 2010 dimana anak sekolah masih
berjalan kaki atau bersepeda, pengguna motor sangat jarang di kalangan anak
sekolah ketika itu. Setting tempat kecamatan Pagerbarang, Tegal).
To Be Continue
Part of Pangeran Dalam Mimpi New Version