Share it

Senin, 20 Agustus 2018

Empat Musim Penulis




"Tak harus dengan bunga untuk bisa dikatakan indah." Kalimat ini sepertinya pas untuk foto ini. Foto yang saya ambil dengan kamera Hp di perjalanan menuju pantai awal januari lalu.

Ini hanya sebuah foto ranting-ranting pohon yang tidak berdaun di jalan raya Cilegon. Tak ada yang special memang, tetapi menurutku ranting-ranting pohon itu mempunyai keindahan tersendiri untuk dipandang. Kondisi awan kala itu semakin mendukung keindahannya.

Daun-daunnya mungkin saja telah berguguran ketika angin meniupnya. Pohon itu seperti mengalami musim gugur sendirian, sebab pohon-pohon di kanan kirinya masih mempunyai daun-daun hijau yang rimbun.

Musim gugur yang dialami oleh pepohonan masih bisa menciptakan keindahan. Berbeda dengan musim gugur dalam menulis. Musim gugur dalam menulis yaitu ketika rasa malas mulai menghampiri. Malas belajar, malas latihan nulis juga malas membaca. Akhirnya gugurlah sudah harapan untuk bisa menulis.

Musim gugur dalam menulis biasanya disebabkan oleh musim dingin (winter). Kok begitu? Apa yang kita rasakan ketika dingin menerpa? Mager? Iyah tentu. Mager atau males gerak membuat kita diam tanpa aktivitas.

Musim gugur dalam menulis terjadi ketika tangan tak lagi digerakkan untuk berlatih. Kata-kata pun menjadi dingin. Beku kayak bola salju. Fase musim dingin adalah tanda akan adanya musim gugur. Gugurnya para calon penulis dari gelanggang juang.

Gugur? Akh...jangan sampai terjadi. Menulis, harus tetap bersemi layaknya bunga-bunga sakura di Jepang. Seperti cantiknya bunga tulip yang bermekaran di Belanda. Bersemi lagi memesona layaknya mapple di kanada.

Musim semi dalam menulis ibarat merekahnya optimisme, optimisme bahwa "Saya bisa menjadi Penulis."

Untuk menjaga optimisme musim semi kita butuh tindakan atau action. Action yang berisi semangat. Semangat belajar, berlatih juga semangat membaca. Ketika kita berada dalam kondisi semangat yang membara, itu artinya kita berada di musim panasnya penulis. Musim panas (summer) dalam menulis adalah penentu optimisme menjadi penulis di musim semi.

Finaly, semoga musim semi selalu kita rasakan. Begitupun musim panas, semoga tetap kita jumpai untuk membakar semangat juang menjadi penulis. Penulis ideologis.

#4MusimPenulis
#MengikatKulwa
#AkademiMenulisKreatif
#PenulisIdeologis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar