Share it

Minggu, 20 Januari 2019

Seorang Ayah dan Anak Laki-Laki



Selepas subuh sekitar jam lima lebih sepuluh menitan, aku sudah berada di pinggir jalan cikande permai menunggu angkot putih arah Balaraja. Tak lama angkot putih yang masih tak ada penumpang berhenti.

"Balaraja?" Tanyaku.
"Iyah." Sahut sang supir.
Aku memasuki angkot tersebut. Pak Sopir menjalankan angkotnya dengan pelan. Melirik dengan teliti setiap gang kalau-kalau ada calon penumpang.

Aku membaca doa-doa di dalam hati. Doa-doa dalam perjalanan, istigfar, shalawat dan lainnya. Setiap kali melakukan perjalanan entah jauh ataupun dekat, aku selalu mengingat almarhum kakek. Pasalnya sedari aku kecil beliau selalu mengingatkanku untuk menyibukkan diri berdoa setiap kali pergi ke sekolah.

Angkot putih memperlambat gerak lajunya. Berhenti tepat di depan gang Masjid Muhajirin. Seorang bapak bersama anak laki-laki berumur sekitar tiga belas tahunan menaiki angkot yang saya tumpangi.
"Seorang ayah bersama anaknya." Pikirku dalam hati.
Angkot kembali melaju.
Penumpang bertambah, seorang ibu yang hendak pergi ke pasar.



Sesampainya di jalan Ambon, tepat di belokan gang pasar Cikande. Ibu itu turun dari angkot.
"Para pedagang itu rajin-rajin." Bapak itu berbicara kepada anaknya sambil menunjuk orang-orang yang lalu lalang dari pasar.
Anaknya menengok dan memperhatikan apa yang ditujuk oleh ayahnya dari dalam angkot.
"Itu polsek Cikande." Bapak itu kembali mengajak anaknya berbicara ketika angkot putih melintasi polsek.
"Masih ingatkan? Kalo polsek itu untuk tingkat kecamatan. Kalo polres itu tingkat kabupaten. Kalo untuk TNI namanya koramil" Lanjutnya.
Si anak mengangguk dan memperhatikan apa-apa yang ditunjukan oleh ayahnya.
Aku menyimpulkan anak laki-laki itu mungkin baru pertama kesini (Cikande).

Penumpang semakin bertambah. Seorang ibu memasuki angkot beserta  barang-barang  dagangannya yang cukup banyak. Barang dagangannya adalah hasil kerajinan tangan yang terbuat dari bambu. Ada topi segitiga yang biasa untuk ke sawah, tampah, cepon besar, ceting dan lain-lain😁😄

"Neng ibu mah turunnya deket di Jayanti." Kata si Ibu.
Aku langsung bergegas pindah tempat duduk di pojok belakang sebelah kanan. Membawa banyak barang-barang ketika naik angkot memang paling enak duduk di bagian dekat pintu.

"Ini barang-barang kerajinan tangan" Bapak itu kembali mengajak bicara sang anak sambil menyentuh topi segitiga yang terbuat dari bambu. Si Ibu terlihat tersenyum. Bapak itu menyebutkan satu persatu nama barang-barang kerajinan yang diperhatikan oleh sang anak.

Angkot terus melaju bersama kisah yang terus berjalan.
"Ini udah nyampe di Cikande Asem. Jalan kesana itu menuju Rangkas." Kata si Bapak menunjuk jalan arah Rangkas di samping kanan. Si anak selalu memperhatikan.  Keduanya lalu asyik dengan berbagaimacam obrolan.

Mau tak mau aku mendengar semua obrolan itu. Sangat jelas. Obrolan seorang ayah bersama anaknya. Seorang ayah yang mengedukasi anaknya. Seorang ayah yang sangat detail memperhatikan anaknya. Begitu yang aku tangkap dari kisah ayah dan anak laki-laki itu.

"Berhenti di bis Sinar Jaya yah." Sahut si bapak. Ternyata tujuannya sama denganku.

Tak terasa sudah sampai di tempat tujuan. Aku terkejut. Dari dalam angkot aku melihat berjubel orang di agen bis tersebut. Aku turun dari angkot dan segera mendekati tempat pembelian tiket. Luar biasa, antrian sangat panjang. Belum lama berada dibarisan antrian, terdengar orang-orang saling bersahutan dengan bahasa Jawa bahwa tiket menuju Brebes, Tegal, Pemalang serta Pekalongan sudah habis.

Pikranku yang sedari tadi dipenuhi kisah hangat seorang ayah dan anak itu kini beralih pada sebuah tiket bus.
Jam di layar Hp menunjukan pukul 06.43. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

Aku keluar dari barisan antrian tiket. Segera berpikir bagaimana caranya untuk tetap pulang.

Tangerang, 30 Desember 2018

*Photo by google

#Ayah&Anak
#AkademiMenulisKreatif
#AMK5
#Silpianah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar