Share it

Jumat, 01 Juni 2018

AWAN #2



Angin pagi membawa serta pasukannya menerjang pada arah yang sudah ditugaskan kepadanya. Menerbangkan debu-debu kehidupan. Membuat pohon-pohon bergoyang menjatuhkan daun-daunnya. Pagi terasa sejuk di Negeri Awan ini. Berkas-berkas sinar pagi menelisik masuk melalui jendela. Negeri Awan amatlah indah. Pohon-pohon menghijau menyejukan, pun ketika pohon-pohon itu meranggas, tetap indah.
Aku tengah berada di ruang tamu bersama Bapak dan Ibu, menikmati berita pagi dari salah satu stasiun tv. Bapak tampak serius menyimak, sementara Ibu sibuk menata bunga di atas meja.

"Pemerintah mengeluarkan inovasi baru yaitu beras sachet. Beras saset tersebut dijual dengan harga 2.500/ sachet, setiap sachetnya berisi sebanyak 200gr. Adanya produk baru tersebut diharapkan bisa membantu dan mengurangi beban masyarakat yang tidak bisa membeli beras kiloan." Dengan lancar dan sangat jelas pembawa berita menyampaikan beritanya.

Tiba-tiba tv menjadi gelap tak bergambar. Aku clingak-clinguk tak mengerti karena kipas angin masih menyala menandakan listrik tak mati. Ternyata Bapak yang mematikan tv. Kabel tv dicabutnya dari sumber listrik. Aku merasa heran, kalau memang tv mau dimatikan kenapa tidak pakai remot saja?

"Kenapa Pak, kok dicabut?" tanyaku penasaran.
"Bapak kesal, nonton berita pagi-pagi ada berita seperti itu." Jawab bapak tegas. Aku masih belum paham.
"Kesal kenapa Pak?" Ibu ikut bertanya, mungkin penasaran juga.
"Pemerintah ciptain inovasi baru yaitu beras sachet, Tiap sachet isinya 200 gr dengan harga 2.500/sachet padahal kita bisa membeli beras 1kg degan harga 10.000. Kalo beras sachet untuk mencapai 1kg berarti kita harus bayar sebanyak 12.500. Bukankah pada kenyataannya beras sachet lebih mahal?" Jelas bapak.
"Tapi Pak inovasi baru itu bisa jadi solusi untuk bagi yang tidak mampu membeli beras per kilo, beras sachet bisa mencukupi kebutuhan makan sehari." Ibu terdengar mengeluarkan pendapatnya.
"Iya memang betul, beras sachet bisa jadi solusi. Tetapi rakyat butuh solusi jangka panjang, memangnya rakyat cuma makan hari itu saja? Apa selemah itu daya beli masyarakat di Negeri yang kaya ini?"
"Iyah yah Pak. Kalo kebutuhan hari ini tercukupi tetapi masih tidak tahu apakah besok bisa makan atau tidak pasti pikiran tidak tenang." Aku mencoba menuangkan rasa cemasku.

Ibu terlihat mengangguk-anggukan kepala seperti telah mengerti keprihatinan Bapak.
Oh Negeri Awan, apa gerangan yang terjadi di Negeri yang kaya raya ini? Bagaimana bisa rakyat yang bernaung di Negeri kaya raya ini dirundung kekhawatiran setiap hari memikirkan apakah besok masih bisa makan seperti hari ini?

Siapa gerangan yang mampu memikul tanggung jawab atas kondisi semacam itu? Jelas yang harus bertanggung jawab adalah pemimpin Negeri bukan yang lain.

Tercatat dalam tinta emas sejarah pada masa pemerintahan  Khalifah Umar Bin Khatab, Khalifah Umar berjalan di malam hari menyusuri perumahan penduduk untuk memastikan rakyatnya tak ada yang kelaparan. Malam itu ketika waktu dimakan oleh gelap, Khalifah Umar berjalan menyusuri daerah terpencil di Madinah, ia menemukan seorang wanita tengah memasak batu untuk menghibur anaknya yang kelaparan. Mengetahui hal itu Khalifah Umar merasa sedih dan menitikan air mata, Ia segera berlari menuju Madinah dan segera kembali dengan berlari memikul sekarung gandum. Ia berlari di tengah gulita tak peduli kakinya yang lelah karena berkeliling Kota Madinah. Khalifah Umar memikulnya sendiri sekarung gandum itu, karena Ia paham  ia lah yang akan bertanggung jawab kelak di hadapan Allah atas kondisi rakyatnya.

Sungguh kondisi itu amat jauh dengan apa yang tengah terjadi di Negeri Awan saat ini. Naluriku tak bisa menerima, selemah itukah daya beli masyarakat Negeri Awan saat ini? Sampai-sampai beras yang menjadi makanan pokok dibeli dalam masa sehari?
Jika satu kilo beras bisa dibeli dengan harga 10.000 lalu ketika membeli bebas sachet menjadi harga 12.500 per kilo, bukankah ada keuntungan disana? Jika beras sachet bertujuan untuk memudahkan rakyat kecil, apakah benar memudahkan padahal harga lebih mahal?

Oh Negeri Awan apa kiranya yang mendasari adanya inovasi baru beras sachet itu? Jika benar tujuannya untuk rakyat kenapa ada nilai lebih yang menguntungkan bagi pemerintah. Bukankah pemerintah adalah pelayan rakyat?
Rasanya itu bukanlah sesuatu yang mengherankan lagi, sebab pemerintah hari ini berjiwa kapitalis yang apa-apanya didasarkan atas untung dan rugi, tak heran jika inovasinyapun berdasar untun dan rugi.

Masih basah rasa sakit dan kecewa atas dikriminalisasikannya para Ulama di Negeri ini, kini hati dibuat miris dengan adanya inovasi baru beras sachet-an. Baru kemaren terdengar di telinga seorang Ustadz idolaku dibatalkan pengajiannya di beberapa tempat dengan alasan membahayakan persatuan Negeri. Dialah Ustad muda bernama Zaghanos. Sekali lagi aku ingin mengatakan Negeri Awan beruntung menpunyai rakyat seperti beliau.

Oh Negeri Awan semoga segera terlahir kebijakan-kebijakan yang tidak didasarkan atas untung dan rugi. Kebijakan-kebijakan berdasarkan hukum sang pencipta langit dan bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar