Share it

Kamis, 21 Juni 2018

AYAH #1

Gerimis rintik-rintik perlahan turun. Daun-daun pohon mangga di depan rumah berjatuhan. Pohon nangka di samping rumah nampak berbuah lebat. Buah nangkanya berbentuk unik, tidak seperti buah nangka kebanyakan. Mungkin karena hasil dari mencangkok buahnya bisa unik seperti itu. Tapi, pohon nangka itu punya tetangga makanya ada di samping rumah.😁

Tepat di depan rumah sebelah kanan, pohon Asam tumbuh dengan sehatnya. Menurut penglihatanku seperti itu. Sehat. Pohon asam itu juga hasil mencangkok, sebab itu pohonnya imut dan tidak besar seperti pohon asam biasanya. Dulu pohon asam itu di tanam di sebuah ember yang biasa digunakan untuk membawa adonan semen yang difungsikan sebagai pot tanaman. Karena pohonnya semakin besar jadilah si  pohon di tanam ke tanah langsung.


Di samping kanan di pelataran rumah yang tidak terlalu luas berjejer berbagai macam tanaman seperti bunga sedap malam, kunyit putih, temu lawak, pohon pepaya yang masih kecil-kecil, pohon jambu biji yang juga masih kecil.

Sepertinya ini menjadi kebiasaan setiap kali pulang kampung, memperhatikan satu persatu tanaman yang ada di depan rumah.

Tanaman-tanaman itu selalu mengingatkanku pada sosok laki-laki yang sudah tiga tahun ini tidak bisa Aku temui. Dia adalah ayahku, yang menanam pohon Asam

yang unik itu, yang menanam pohon mangga yang kini berdaun rimbun, yang menanam kunyit-kunyit putih yang kini beranak-pinak.

Dulu ketika Aku masih menjadi anak sekolah, ada lebih banyak lagi tanaman di depan rumah, seperti tanaman mawar dengan bunganya yang berlimpah, pohon strobery yang di tanam di botol bekas air mineral, bunga ekor yang bunganya seperti mawar tetapi tumbuh menjalar di tanah, bunga tapak dara, bunga pacar kuku yang daunnya bisa digunakan untuk mewarnai kuku dan satu lagi tanaman yang tumbuh subur di depan rumah sebelah kiri yaitu tanaman anggur hijau.

Anggur hijau, salah satu tanaman yang dulu jadi kebanggaan. Bagaimana tidak, di kampungku hanya ada beberapa rumah yang punya pohon anggur hijau, itupun belum pernah berbuah. Anggur hijau di samping rumah berbuah berkali-kali dengan rasa yang benar-benar enak. Semua tanaman-tanaman itu Ayah yang merawat termasuk anggur hijau itu.

Ayah...ruang dan waktu belum mempertemukan kita, tetapi setiap sudut rumah ini juga pelataran dengan pohon-pohon itu selalu menerbangkan kenangan tentangmu. Kisah-kisahmu menari-nari di udara, memberi jawaban bahwa tak adanya pertemuan bukan berarti kisahmu berakhir.

Ayah...kita akan bertemu.


Tegal, 21 Juni 2018, di tulis ketika gerimis rintik-rintik tetapi terik matahari masih memancar. Gerimis di bawah terik, Aku menyebutnya begitu. Biasanya Aku akan tersenyum-senyum sendiri melihat gerimis di bawah terik seperti itu, bagiku itu indah😄

Tidak ada komentar:

Posting Komentar