Share it

Rabu, 28 Februari 2018

Tanda Tanya Besar



Udara dingin mencekam, pohon-pohon bergoyang diterjang angin. Daun-daun lemas berjatuhan. Senja sore semakin terseret garis-garis hitam menandakan gelap akan segera datang. Aku merasa sudah terbiasa dengan suasana hutan dan semak yang menambah kengerian sepi. Hanya suara-suara binatang yang saling bersautan. Tiba-tiba segerombolan laki-laki dengan tubuh besar bermuncukan dari balik pepohonan. Masing-masing dari mereka memegang pedang yang dihunuskan ke depan. Aku segera berjaga-jaga. Mengambil sebilah pedang melengkung yang tersemat di di pinggang sebelah kiriku.


Detik inipun aku masih belum memahami hidup di masa yang seperti apa aku ini. Manusia-manusia modern dengan teknologi yang serba canggih membayang di sudut memoriku. Namun saat ini, aku menemukan diriku memegang sebuah pedang melengkung berkilatan. Aku menemukan diriku tengah dikepung orang-orang berbadan besar dilengkapi dengan pedang nya masing-masing. Aku merasa tak imbang. Aku berusaha berlari menghindar dari kejaran lima laki-laki itu. Sesekali aku mencoba melawan dan menangkis dengan pedang yang ada di tanganku.

Dentangan pedang yang melengkung itu terdengar nyaring. Aku masih bisa menangkis dan bertahan dari serangan mematikan itu. Aku menyadari perkelahiannya yang tak sepadan, namun jsuh di dalam hati ku ada keyakinan yang tertanam bahwa jumlah yang banyak belum tentu mengalahkan jumlah yang sedikit.

Sayup-sayup suara derap kuda terdengar. Aku tersenyum bahagia. Aku mengenali suara derap kuda itu. Tak menunggu lama, seorang laki-laki misterius dengan kuda putih itu muncul dari balik pepohonan. Tanpa basa-basi laki-laki berkuda  itu dengan cepat mengacungkan dan menyongsong pedangnya. Ia berhasil membuat lima orang laki-laki bertubuh besar itu terluka parah. Mereka tunggang langgang berlarian dan melesat entah kemana.

Entah untuk yang keberapa kali laki-laki misterius dengan kuda putih itu menolongku. Sikapnya masih seperti biasa, masih dengan kebisuannya tak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya. Sorot matanya tegas namun meneduhkan. Hanya  beberapa detik ia mengalihkan matanya ke arahku. Ia berlalu pergi meninggalkan tanda tanya besar di benakku.

Aku tidak ingin kehilangan kesempatan, selama ini dihatiku banyak pertanyaan tentang laki-laki dengan kuda putih itu. Aku berlari mengikuti jalan yang dilalui kali-laki itu. Eentah ke arah mana seseorang yang aku cari itu, tak ada jejak. Seakan tiada berbekas jalan setapak yang dilalui kuda putih dan pemiliknya itu. Hanya menyisakan pertanyaan yang bertumpuk-tumpuk. Secepat itukah kuda putih itu membawa pemiliknya menghilang seakan di telan bumi?

To Be Continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar