Share it

Selasa, 14 Mei 2019

Radio dan Meong Orange

#RamadhanBercerita6



"Nanti kesini lagi ya. Jangan lama-lama kesini nya yah," Ucap Nenek.

Hari ini ia banyak bercerita. Ia juga bercerita perihal radio satu-satunya yang ia jual. Radio itulah yang menemani kesendiriannya di rumah yang jauh dari kata layak. Siapapun yang melihat kondisinya, air matanya pasti merembes. Bahkan dek Nada yang masih anak-anak pun terlihat menahan air mata.

Ia sendiri di masa tuanya. Sendiri menahan sakit di dalam rumahnya. Rumah itu menimbulkan banyak kecemasan pada kami. Tembok rumahnya terbuat dari geribik. Lantai tanah bisa becek kapan saja. Pondasi kayu mulai rapuh menahan beban. Atap rumah bolong dimana-mana. Sebagian tempat tidurnya basah terkena air hujan. Kamar mandi tak mempunyai sekat bahkan tak menggambarkan sebuah kamar mandi pada umumnya. Tak ada kloset. Hanya berlantai tanah dan potongan batu-bata.

Perasaan seperti tersayat menyergap hati kami. Berdosakah kami tidak menyadari ada saudara kami yang hidup sendiri dalam pesakitan? Berdosakah kami melihat semua itu di depan mata namun tidak ada tindakan?

Nenek kembali membicarakan radionya yang sudah ia jual. Tentu nenek merasa radio itu sangat berharga. Radio yang menemaninya sepanjang hari, membuat kesendiriannya tak terasa sepi.

Meski radio itu kini tiada, Nenek mengatakan masih punya teman yang setia menemani, yaitu si meong berwarna orange. Iyah, meong itu lah yang pertama menyembul dari lubang jendela  menyambut kami ketika kami mengetuk pintu rumahnya.

Cikande, 11 Mei 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar