Share it

Selasa, 07 Mei 2019

TAMU TAK DIUNDANG

#RamadhanBercerita2

Memasuki hari ke-2 bulan Ramadhan. Apa yang akan aku tulis untuk menyanggupi tagar #RamadhanBercerita yang aku buat itu?

Rasanya seperti hendak berbicara di depan banyak orang. Berat dan susah memulai. Baru saja kepala dipenuhi berbagai hal untuk ditulis, ketika jari mulai mengetik buntu pun menyambangi. Yah, ini tepat seperti suasana berat yang dirasa ketika harus berbicara di depan banyak orang. Di depan banyak orang? Dihadapan beberapa orang saja sudah sangat berat untuk memulaiđŸ˜‚

Kapan terakhir kali berbicara di depan forum? Awal bulan Mei ini di acara pelatihan public speaking. Yah, hari itu menjadi moment latihan buatku juga teman-teman yang lain. Hari itu aku memberanikan diri maju ke depan forum, mempraktikan public speaking, berbicara sesukaku.

Aku menggunakan kesempatan maju di depan forum untuk membahas buku perdana yang aku tulis. Promosi? Iyah bisa jadi. Hehehe.


Buku itu ditulis dengan niat baik, semoga saja ada pula kebaikan yang bisa diambil.

Pelatihan public speaking perdana yang sengaja diadakan oleh orang-orang yang berdiri di barisan dakwah itu, menghadirkan seorang pembicara yang tak asing lagi buatku. Beliau seorang pembicara di acara siaran radio. Seorang pegiat dakwah. Beliau sering menjadi narasumber di berbagai acara besar maupun kecil. Beliaupun sering datang ke Cikande sebagai pengisi kajian di Majlis Ta'lim yang diadakan setiap satu bulan sekali.

Setiap kali aku mendengarkan dan memperhatikan suaranya yang penuh makna, cerita-cerita awal aku mengenalnya sering kali terurai di kepala. Sangat jelas. Mungkin Beliau ataupun teman-teman yang lain tidak tahu bahwa aku sudah pernah ke rumahnya beberapa tahun sebelum aku mengenal para pegiat dakwah di Cikande ini.

Hari itu aku menjadi tamu tak di undang di rumahnya. Ikut berbaur dan tersenyum di tengah wanita-wanita keren. Yah, keren. Aku yang hari itu diajak salah seorang teman kuliahku, hanya bisa diam dan terpesona memperhatikan setiap moment yang berlangsung. Hatiku dilumuri rasa bahagia. Betapa indahnya suasana seperti ini. Mereka saling berdiskusi memecahkan suatu topik masalah.

Mereka orang-orang cerdas. Konten analisa yang mereka bahas jauh dari apa yang aku pikirkan. Terbesit dalam benakku keinginan menjadi keren dan cerdas seperti mereka.

Hari itu, meski aku baru pertama kali datang dan menjadi tamu yang tak diundang, sambutan dan respon mereka begitu bersahabat.  Aku merasai ada perasaan hangat dan bahagia.

"Hei, bukankah ini istrinya Alvin anak Ustaz Arifin Ilham itu?" Salah seorang dari mereka  bertutur dengan suara sangat jelas sambil bersalaman denganku. Sontak, wanita-wanita keren yang baru saja menuruni tangga memperhatikan aku.

Seketika aku merasa gugup karena menjadi pusat perhatian. Mereka tersenyum bahkan ada beberapa yang tertawa. Aku berusaha tenang. Tentu saja mereka bercanda. Perasaan hangat masih aku rasakan.

"Wah benar sekali, matanya mirip Larisa Cau." Salah satu dari mereka menimpali.

Larisa Cau? Bukankah dia perempuan berparas sangat cantik? Tentu sangat jauh jika aku dibandingkan dengannya.


Well, tak ada candaan yang berujung menyakiti hati. Suasana hangat hari itu tetap menjalar dan aku rasai.

Setelah selesai berpamitan, aku dan sahabatku bergegas pergi menuju kampus. Aku ada janji yang harus ditepati dengan dosen pembimbing PKN (Magang). Aku tak mau mengecewakannya dengan datang terlambat. Aku tahu dosen pembimbingku itu sangat disiplin. Beliau sangat tegas. Aku merasa beruntung mendapat dosen pembimbing seperti beliau. Namun terkadang merasa apes bertemu dengannya. Laporanku tak kunjung mendapat acc sedangkan banyak dari teman-temanku dengan mudah melewati tiap bab laporan yang mereka susun.

"Dosen di kampus ini tak pernah memberatkan mahasiswa bimbingannya dalam menyusun laporan PKN. Lagi pula ini bukan skripsi, dosen mu bener-bener keterlaluan vi. Laporan macam punya kamu itu sudah cukup untuk di acc. Heran sama dosen mu vi, susah amat buat acc." Tanggapan salah satu temanku ketika sama-sama sedang menunggu dosen.

Aku menenangkan diri, laporan ku pasti akan selesai dengan hasil yang baik. Berpikir positif cukup membuatku tetap bersemangat menyusun revisi demi revisi.

Beberapa tahun berlalu. Aku sudah terlepas dari dosen pembimbing PKN ku. Suatu hari ketika aku berada di kampus tengah menunggui dosen pembimbing skripsi, aku melihat sosok dosen pembimbing PKN ku dulu, ia memakai gamis dan khimar panjang. Aku terpesona. Terlihat sangat anggun dan cantik. Aku bersalam dengannya dan menanyakan kabar.

Ada banyak hal berubah di kampus itu. Pemandangan perempuan-perempuan anggun dengan balutan pakaian syar'i semakin terlihat di setiap sudut kampus . Sangat berbeda ketika masa-masa awal perkuliahan. Berpakaian syar'i dan tertutup sering menjadi pusat perhatian dan bahan candaan beberapa teman di kelas.

Aku bahagia mendapati banyak perubahan positif. Pakaian syar'i sudah bertebar di mana-mana.

Setelah beberapa tahun berlalu. Aku tak pernah menyangka aku akan kembali menginjakan kaki di tempat yang dipenuhi perempuan-perempuan keren dan cerdas di kediaman seorang pegiat dakwah yang aku hormati. Rumahnya ramai setiap waktu karena rumah itu menjadi basecamp kajian atau agenda-agenda positif lainnya.

Suatu waktu aku berkesempatan mengisi sharing kepenulisan di tempat itu. Lebih tepatnya aku hanya menemani seniorku yang dulu mengajakku gabung di grup kepenulisan. Menjadi anggota di grup kepenulisan itu membuatku banyak belajar, termasuk belajar berbicara di depan forum. Meski sudah beberapa kali mengisi kegiatan sharing yang diadakan di sekolah dan di taman baca punya salah satu sahabatku, perasaan gugup dan gerogi tetap saja menyambangi.

Apalagi ketika harus berada di depan orang-orang hebat, disaksikan pula oleh seorang pegiat dakwah yang jam terbangnya sangat tinggi mengisi berbagai agenda. Takut dan gugup menyergapku. Keringat mulai membasahi pelipis.

"Tenang. Tarik nafas...lepaskan. Tarik nafas lagi...lepas perlahan. Tanamkan pada diri bahwa kamu pasti bisa. Ucapkan dalam hati secara berulang-ulang AKU BISA," Seseorang yang aku anggap seperti ibuku sendiri memberiku semangat ketika aku menghubunginya via whatshapp.

Benar saja ketika aku mempraktikan saran itu, aku lebih merasa rilex dan tenang.

Berada di depan forum membuatku punya waktu untuk memandangi setiap wajah mereka ketika tengah asik menulis. Wajah-wajah ketika pertama kali aku datang masih setia di tempat itu.

Tiba-tiba terbayang di pikiranku, ketika misalnya aku bertanya "Hei sist, apakah kalian masih kenal dengan tamu yang dulu tak pernah di undang yang tiba-tiba datang berbaur kemudian kalian menyebutnya dengan nama LARISA CAU ?? Apa mata sipitku ini tidak bisa membuat kalian ingat akan hari itu?"

Akh..ada-ada saja dengan pikiran ini :)


Cikande, 07 Mei 2019
Pukul 10.00


Tidak ada komentar:

Posting Komentar